Our Journey to The Future

Our Journey to The Future

Jumat, 12 April 2013

dan kamipun terlantar...



Kisah Perjalanan Umroh Kami

Pada akhir tahun 2012, kami sekeluarga (aku, suami, 2 adikku, dan ibu
mertua) merencanakan untuk melaksanakan ibadah umroh menggunakan jasa
travel umroh Insan Islami yang beralamat di jalan Kanwa 22 Surabaya.
Kami memilih jasa travel tersebut karena salah satu keluarga kami
pernah menggunakannya beberapa waktu sebelumnya.
Rencana awal keberangkatan kami adalah tanggal 12 Maret 2013, namun
karena visa belum keluar, rencana tersebut diundur menjadi sekitar
tanggal 28 Maret. Pada akhirnya kami ditawarkan untuk berangkat pada
hari Kamis tanggal 21 Maret.

Maskapai yang sedianya digunakan oleh travel Insan Islami untuk
memberangkatkan rombongan jamaah umrohnya adalah Batavia Air. Pada
bulan Februari 2013, maskapai tersebut dinyatakan pailit. Kami
menyadari bahwa ada potensi kesulitan keuangan yang bisa dialami oleh
pihak travel. Untuk memastikan penerbangan kami, pada hari Jumat
tanggal 15 Maret, saya mencoba menghubungi perwakilan maskapai Royal
Brunei (maskapai yang diinformasikan oleh pihak travel akan mereka
gunakan untuk memberangkatkan kami) di Surabaya, untuk mengecek tiket
jamaah umroh Insan Islami, dan saya memperoleh jawaban bahwa benar
telah terjadi pembelian dan pembayaran untuk penerbangan tanggal 21
Maret tersebut. Dijelaskan bahwa kami akan transit terlebih dahulu di
Brunei dan Dubai, namun untuk tiket selanjutnya ke Saudi (Madinah),
pihak Royal Brunei tidak memiliki informasi akan menggunakan maskapai
apa. Dengan penjelasan tersebut, saya cukup lega dan kemudian
mempersiapkan kebutuhan untuk keberangkatan umroh.

Kamis, 21 Maret 2013
Sekitar pukul 7 pagi WIB, kami bertolak ke Brunei, dan tiba sekitar
pukul 10 pagi waktu setempat. Kami diantar ke hotel untuk menunggu
penerbangan lanjutan kami sekitar pukul 8 malam.

Jumat, 22 Maret 2013
Kami tiba di Dubai sekitar pukul 2 pagi waktu setempat. Di bandara,
tour leader kami mengatakan kami harus mengurus bagasi kami. Tour
leader ini sebetulnya sesama jamaah umroh yang sudah cukup kenal
dengan pemilik travel dan didaulat menjadi tour leader, disebabkan
tour leader regular dari travel sedang tidak ada yang bisa berangkat,
karena semuanya baru kembali ke Indonesia (ada jeda waktu sebelum bisa
berangkat kembali ke Saudi). Saat itu, suami bertemu dengan seorang
petugas bandara yang ternyata orang indonesia. Saat bertanya padanya mengenai
mengurus bagasi, ia mengatakan bahwa kami tidak bisa mengecek bagasi
kami, karena untuk mengecek bagasi, kami harus melewati bagian
imigrasi, sedangkan kami tidak memiliki visa ijin masuk ke Dubai. Ia
juga mengatakan, biasanya bagasi untuk connecting flight tidak perlu
diurus sendiri, karena sudah ditangani oleh pihak bandara.

Saat saya informasikan ke tour leader, dengan cukup mengejutkan ia
mengatakan bahwa kami tetap harus mengecek bagasi, karena status tiket
connecting flight kami belum issued. Saat itulah saya mulai merasa ada
yang tidak beres dengan perjalanan kami itu. Baru kemudian saya teliti
tiket yang di-staples di paspor, ternyata statusnya memang hanya
reserved. Meski saya tidak terlalu paham dengan status yang tertera di
tiket, namun saya dan suami menyimpulkan bahwa tiket kami yang
sedianya akan memberangkatkan kami Jumat malam sekitar pukul 8
sepertinya belum terbayar. Saat itulah saya mulai gelisah.

Hingga Jumat siang, belum ada kejelasan status tiket kami. Sementara
pop mie yang dibagikan pihak travel saat berangkat dari Surabaya (sebagai snack yang mereka sediakan untuk saat menunggu connecting
flight saat di Dubai) juga belum bisa dikonsumsi karena kami saat itu
kesulitan memperoleh air panas. Hingga saat cek in tiba (3 jam sebelum
keberangkatan), suami pergi sendiri mengecek status tiket di transfer
desk/ cek-in, dan petugas cek-in menyatakan bahwa kode reservasi tiket
kami tidak valid (tiket kami tidak ada). Kami harus menerima kenyataan
bahwa kami tidak bisa terbang ke Madinah malam itu dengan Saudi
Airlines dikarenakan tiket kami tidak ada. Malam itu juga pihak travel
menjanjikan besok siang (Sabtu 23 Maret 2013) kami akan diterbangkan
ke Jeddah – alih-alih ke Madinah seperti rencana awal.

Untuk mengisi perut, kami pun membeli sendiri makanan di food court
bandara. Harga makanan yang kami temui berkisar antara 10-30dirham.
Makanan paling murah yang ditemui adalah satu porsi nasi goreng di
Texas Chicken (10 Dirham = 28 ribu rupiah). Satu paket ayam goreng
Texas Chicken seharga 15 dirham. Satu paket nasi biryani seharga 39
dirham, bisa untuk 2-3 porsi makan orang Indonesia.

Malam itu pun akhirnya kami tidur beralaskan lantai airport Dubai yang
dingin. Pernyataan ini sekaligus untuk menjawab pernyataan istri dari
Pak Heliosa, pemilik travel Insan Islami, yang – saat Bapak mertua
saya datang ke kantor travel meminta tanggung jawab travel –
menyatakan bahwa kami diberi akomodasi selama kami berada di Dubai.

Sabtu, 23 Maret 2013
Sabtu pagi, tour leader meminta bantuan saya dan suami, untuk memotret
visa seluruh jamaah. Katanya, pihak Insan Islami di Surabaya
membutuhkannya untuk membeli tiket baru. Dengan handphone blackberry
saya, semua visa jamaah difoto lalu dikirimkan via whatsapp ke salah
satu perwakilan travel bernama Pak Khoirul. Mengandalkan wifi di
bandara Dubai yang sinyalnya baru cukup baik jika kami naik ke lantai
2, pengiriman file bisa dilakukan. Pihak travel lalu menjanjikan akan
memberi kabar kami melalui email.

Sampai dengan sore hari, tidak ada kabar dari pihak Insan Islami.
Seingat saya, hari Sabtu itu kami mendapat 2x janji email untuk
memberi kabar mengenai tiket kami. Suami berdua dengan mengajak adik
saya sudah lumayan pontang-panting untuk mencari informasi prosedur
pengurusan cek-in dan pengurusan bagasi nantinya dengan tiket baru
kami. Namun akhirnya semuanya tiket tersebut hanya janji belaka.

Saat tidur malam itu, sekitar tengah malam, saya dibangunkan oleh
salah satu jamaah. Katanya ada 9 orang yang tiketnya sudah ada.
Buru-buru saya bangun dan bergegas ke tempat jamaah lain berada. Di
sana sudah ada seorang wanita (yang akhirnya saya ketahui bernama
Linda) orang Indonesia pegawai Dubai Airport lainnya, yang sedang
memegang secarik kertas. Yang saya dengar, dia mengatakan bahwa 9
orang sudah dapat tiket dan akan ia ajak untuk mengurus tiket
tersebut. Namun 9 orang jamaah tersebut saat itu memilih untuk tetap
tinggal bersama rombongan.

Nina, yang sepertinya berdomisili di Dubai, adalah perwakilan agen
pembeli tiket yang ada di Jakarta, yang biasa melayani pembelian tiket
umroh travel insan Islami. Linda yang sudah kenal dengan Nina,
rupanya pada Sabtu siang melihat Nina sedang kebingungan di luar
bandara Dubai. Saat dihampiri oleh Linda, Nina menceritakan bahwa ada
jamaah umrohnya yang tertahan di dalam bandara karena tidak punya
tiket pesawat. Nina lalu menitipkan print tiket tersebut ke Linda
tanpa penjelasan lebih lanjut. Sekilas yang saya tangkap adalah bahwa
tiket yang dipegang Linda itu baru satu kode booking saja dari 5 kode
booking yang ada. Dan kode booking lainnya akan diselesaikan pada hari
Minggu.

Malam itu saya tidur dengan perasaan lumayan tenang, karena sudah ada
print out kode booking yang baru.

Minggu 24 Maret 2013
Sesuai arahan dari tour leader, saya dan suami mengecek email dan
menerima email dari Nina yang berisi 5 kode booking pesawat dengan
total 43 penumpang, dengan status issued. Lega rasanya. Tapi ternyata
ketika siang hari kami mengecek ke transfer desk, tiket kami lagi-lagi
di-cancel/ gagal bayar. Sudah tak terbayangkan bagaimana perasaan
kami.

Setelah kode booking itu, masih dua kali pihak Insan islami memberikan
janji tiket lagi. Kami disuruh ke counter maskapai Nas Air untuk
mengecek penerbangan. Selain itu juga sempat diminta untuk mengecek ke
counter maskapai Fly Dubai. Namun semuanya tidak ada yang nyata.
Selama mengecek kesana kemari itu, kami sangat terbantu oleh mbak
Linda yang selalu mendampingi. Ia juga yang sibuk mendesak pihak
petugas boarding Nas Air untuk memeriksa apakah benar nama-nama kami
ada di manifest penumpang.

Saya, suami dan adik laki-laki saya sudah lelah kesana kemari. Bisa
dibilang kami lah yang saat itu kerepotan, karena jamaah lain
rata-rata sudah paruh baya dan juga terkendala untuk berkomunikasi
melalui e-mail dengan travel Surabaya maupun berkomunikasi dengan
petugas bandara karena harus menggunakan bahasa Inggris.

Sebetulnya, mulai Sabtu malam (atau Minggu pagi, saya agak lupa) saat
kami sudah mulai tidak percaya dengan janji pihak Insan Islami yang
berkali-kali menjanjikan tiket namun tidak kunjung terbukti, kami
mulai menumpulkan uang untuk membeli tiket sendiri. Pak Yani, seorang
anggota rombongan, yang sepertinya juga sebagai pembimbing jamaah,
sudah ‘pasang badan’ dengan mengeluarkan kartu ATM/ debit untuk
digunakan membeli tiket. Namun kami sadar kemungkinan besar jika kartu
tersebut dapat digunakan, maka jumlah yang dapat digunakan untuk
membeli tiket akan terbatas oleh besaran kuota transaksi harian.

Saat menanyakan ke penjualan tiket di dalam bandara, suami memperoleh
informasi harga tiket Saudi Airlines 1900 dirham. Namun ternyata untuk
pembelian tiket dalam jumlah banyak (suami menanyakan untuk 43 orang)
harus melalui travel agen/ dari luar bandara. Akhirnya ide untuk
membeli tiket sendiri ini sempat mentah. Namun dengan adanya kode
booking terakhir yang kami peroleh dari Nina, kami melihat peluang
bisa membeli tiket namun dipecah-pecah dalam beberapa kelompok
pembelian: maksimal 9 orang per pembelian. Sayangnya uang tunai yang
kami kumpulkan dari jamaah saat itu tak kunjung cukup; hanya terkumpul
sekitar 100 juta. Padahal dengan harga tiket per orang 5 juta, dana
yang dibutuhkan lebih dari 200 juta rupiah.

Hari Minggu itu, pihak orang tua kami di Surabaya juga mentransfer
sejumlah uang, supaya kami bisa membeli tiket sendiri untuk
melanjutkan perjalanan terbang ke Jeddah, dengan ataupun tanpa anggota
rombongan lainnya (mengingat dana yang sepertinya tak kunjung cukup).
Kira-kira malam itu saat mencoba menanyakan harga tiket, kelas ekonomi
maskapai Saudi Airlines sudah penuh, dan yang tersisa hanya kelas
bisnis yang harganya membuat saya lemas: 3600 Dirham per orang (10
juta Rupiah).

Saat rombongan hampir menyerah mengumpulkan uang, mbak Linda terus
memberi semangat. Dia berjanji tengah malam akan datang kembali dan
semoga bisa membawa kabar baik.

Senin 25 Maret 2013
Hampir persis tengah malam, mbak Linda benar-benar datang membawa
berita bahwa ada tiket maskapai Fly Dubai dengan harga terjangkau.
Selain itu kami tidak perlu membayar biaya tambahan untuk mengurus
bagasi kami. Sebelumnya kami sempat memperoleh informasi bahwa untuk
mengurus transfer bagasi, kami harus membayar sebesar 300 dirham per
orang (840 ribu rupiah).

Saya bangunkan suami, dan minta dia cepat-cepat ke loket pembelian
tiket. Saya sendiri rasanya cukup pontang panting juga menukarkan lagi
uang rupiah yang masih ada ke mata uang Dirham. Dan alhamdulillah kami
berlima akhirnya mendapatkan tiket Fly Dubai p.p. Dubai - Jeddah
dengan total 6100 dirham/ 5 orang menggunakan kartu debit milik Pak
Yani. Uang tunai yang sedianya untuk membeli tiket kami berlima pun
dilebur dengan kumpulan uang para jamaah untuk membeli tiket lainnya.

Selanjutnya, dari jam 12 dinihari hingga jam 4 pagi itu, suami dan
sekitar 3 atau 4 orang yang menemani mengatur uang tunai yang
dikumpulkan pembelian tiket, setahap demi setahap hingga berhasil
membeli tiket untuk 38 orang. Entah dari mana datangnya dana tambahan
dari yang awalnya baru terkumpul sekitar 100 juta itu. Mungkin awalnya
ada jamaah yang belum all-out mengeluarkan uang tunai yang ia bawa.
Hingga akhirnya uang tunai pun sudah habis, dan 2 (atau 3) kartu debit
jamaah sudah diberdayakan. Uniknya, beberapa kartu tersebut perlu
dicoba digesek beberapa kali dulu baru berhasil digunakan. Sementara
kartu debit milik suami tidak berhasil digunakan untuk membayar. Dan
sepertinya, kartu Visa lebih ‘sakti’ disbanding kartu Master Card.

Sekitar jam 7 pagi, 5 orang terakhir berhasil juga dibelikan tiket.
Dana nya diperoleh dari 2 orang anggota rombongan lainnya yang
sepertinya baru tahu bahwa kartu debit mereka bisa digunakan untuk
membayar. Akhirnya kami 43 jamaah bisa mendapat tiket, meski harus
terbagi menjadi 2 kloter. Kloter pertama 14 orang termasuk saya dan
keluarga, terbang hari Selasa dinihari jam 00.40. Dan kloter kedua
terbang esoknya hari Rabu jam 00.40.

Setelah tiket terbeli, kesibukan kami belum berakhir. Kantor Surabaya
meminta scan tiket tersebut, untuk diinformasikan ke pihak kedutaan di
Saudi. Sepertinya salah satunya terkait penjemputan di bandara oleh
mu’asasah (orang di Saudi yang mengeluarkan visa). Karena sebelumnya
suami dan adik sudah pernah bergerilya mencari tempat untuk ngeprint
tiket, keperluan scan dan kirim tiket melalui e-mail relatif cepat
diselesaikan. Saat itu, beberapa orang kontak kantor travel di
Surabaya yang sebelumnya juga hubungi saat menanyakan kepastian tiket
pengganti pada hari Sabtu-Minggu, masih sempat membuat suasana hati
Tidak nyaman, dengan embel-embel pernyataan mengecek keabsahan tiket
yang kami beli, hingga email dengan tulisan semua huruf capital (caps
lock) dan diakhiri dengan sederet tanda seru yang juga meminta
dikirimkan scan tiket serta menekankan agar kami tidak menganggap
remeh permintaannya atau akan dideportasi jika mengabaikannya. Masya
Allah :(
Seharusnya mereka bisa lebih bijak dalam mengeluarkan
pernyataan.

Selasa 26 Maret 2013 – Minggu 31 Maret 2013
Alhamdulillah perjalanan kloter pertama lancar hingga tiba di Jeddah.
Dijemput oleh rekanan dari travel yang mukimin/ menetap di Saudi; yang
konon ceritanya terkejut dengan sikap jamaah yang biasa-biasa saja,
tidak marah dengan kejadian yang sudah terjadi. Selepas solat Subuh di
bandara Jeddah, perjalanan 6 jam ke Madinah pun dilalui dengan lancar,
mengantarkan kami ke hotel/ maktab yang berjarak hanya 100 meter dari
Masjid Nabawi. Kami pun sukses solat Dhuhur perdana di Masjid Nabawi.

Hari Rabu besoknya, kloter kedua berangkat ke Jeddah, namun tidak
meneruskan perjalanan ke Madinah, melainkan langsung ke Mekah untuk
langsung melaksanakan umroh. Mereka ke Madinah di akhir perjalanan
yaitu pada hari Sabtu-Minggu. Sementara hari Rabu itu di Madinah,
selepas solat Dhuhur dan makan siang, kloter pertama menyusul bertolak
ke Makkah untuk umroh pertama.

Alhamdulillah kegiatan kami semua di Madinah dan Makkah berjalan
lancar. Kesusahan yang dialami di Dubai rasanya sudah terabaikan.
Subhanallah. Saat tiba di tanah suci, yang ada di pikiran saya adalah
bagaimana memaksimalkan waktu ibadah yang sudah lebih pendek durasinya
dari jadwal semula. Insya Allah ibadah kami sudah maksimal. Semoga
Allah SWT menerima amal ibadah kami semua.

Senin 1 April 2013 – Selasa 2 April 2013
Perjalanan pulang kami dilalui tanpa ada masalah berarti.
Alhamdulillah hari Selasa malam sekitar pukul 11 seluruh rombongan
tiba kembali di bandara Juanda Surabaya dengan selamat.

---

Sayangnya, hingga saat ini, belum ada permintaan maaf yang disampaikan
oleh pihak travel yang langsung pada jamaah. Uang 80 juta Rupiah
sebagai pengganti pembelian tiket kami sudah sempat dikirimkan melalui
Western Union pada Senin siang saat kami masih di Bandara Dubai,
setelah kami selesai melakukan pembelian seluruh tiket. Namun hingga
saat ini, belum ada kelanjutan kejelasan bagaimana dengan sisa dana
yang belum dibayarkan.

#Tulisan ini dirangkum, dengan sesedikit mungkin luapan emosi, takutnya emosi negatif yang berlebih berpengaruh terhadap pemaparan kenyataan dilapangan yang kami hadapi. Semoga melalui tulisan ini, teman-teman yang akan berencana umroh bisa berhati-hati dalam memilih travel. 

5 komentar:

Elsa mengatakan...

memilih jasa travel itu memang harus extra hati hati,
tahun 2001, ketika haji, kami pernah dikecewakan dengan pihak travel, meskipun tidak separah ini yaa...
tapi jadi pelajaran banget. selanjutnya, kami gak pilih travel yang "kroco"... yang pengalamannya kurang, yang kecil dan lain sebagainya.
mending bayar lebih mahal sedikit, tetapi servis memuaskan.

lebih bagus lagi kalo dituliskan di surat pembaca jawa pos gitu, biar travelnya kapok... dan gak main main lagi dalam menservis jamaah.
dan biar gak ada korban lain lagi

Fitri3boys mengatakan...

Terbayang bagaimana galau dan letihnya ya..Nampaknya memang harus dimasukkan Surat Pembaca spy tdk terulang ke orang lain pengalaman buruk oleh Travel tsb ya.

Lalu Abdul Aziz mengatakan...

Sepertinya pihak-pihak travel yang menyelenggarakan perjalanan umrah harus lebih profesional lagi. jangan hanya mengejar keuntungan tapi kenyamanan dan keselamatan jamaah juga perlu menjadi prioritas. Semoga kejadian seperti cerita di atas bisa menjadi pelajaran bagi siapa saja agar hati-hati memilih jasa travel untuk ber-umrah. InsyaAllah, Allah SWT akan membalas dg pahala yang berlipat-lipat ibadah bapak, ibu saudara yg telah melaksanakan umrah. Amiin

Tarry Kitty mengatakan...

Masyaallah mbak ita... sebegitu sulitnya ya mau berkunjung ke rumah ALLAH. Tapi alhamdulillah ya semua lancar dan semoga ibadah umrohnya diterima ALLAH swt. Amiiin

froggy mengatakan...

turut prihatin... syukurlah walaupun ada kendala, tetap bisa umtoh akhirnya...
iya, masukin ke koran aja, secara bukti dan saksi banyak ini...